Selasa, 14 Oktober 2014

Mengapa Berlindung Kepada Buddha?


Masih banyak umat Buddha yang tidak tahu mengapa kita harus berlindung pada Buddha, sehingga masih banyak umat Buddha yang mencari perlindungan keluar seperti meminta perlindungan kepada pohon besar, keris, pekuburan dan juga relik, dengan anggapan agar mereka mendapatkan rejeki atau bebas dari penderitaan yang dialaminya. Selain itu timbul banyak pertanyaan dari umat lain bahwa mengapa umat Buddha menyembah patung, apakah umat Buddha berlindung pada patung? Pertanyan-pertanyaan tersebut sering kita dengar di masyarakat dan memang hal itu merupakan pertanyaan yang mendasar, tetapi kalau kita tidak mengerti makna perlindungan pada Buddha maka kita akan kesulitan menjelaskan hal tersebut.
Memang pada umumnya arti perlindungan identik dengan penyembahan atau pemujaan, tetapi harus dipahami bahwa Agama Buddha tidak bertujuan untuk membuat kita menyembah Sang Buddha sebagai makhluk surgawi dengan kekuatan-kekuatan supranormal. Berlindung pada Buddha bermakna; berusaha memiliki Kebijaksanaan selayaknya Buddha yang kita tiru dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu mampu mengetahui pandangan, pikiran, perbuatan, mata pencaharian, ucapan, kesadaran, serta konsentrasi mana yang baik atau buruk, benar dan tidak benar. Terlihat jelas terukur kebenarannya yang dapat diukur dari batin kita sendiri. Jika kita masih bimbang dan merasa resah gelisah bahkan takut akan perbuatan kita sendiri, maka itu sebenarnya adalah perbuatan yang anda sendiri merasa bahwa itu sudah tidak benar untuk dilakukan. Jadi yang baik dilakukan, yang tidak baik dihindari. Sebagian orang mungkin meragukan Ajaran Sang Buddha, sehubungan dengan Dhamma yang menyatakan; "Diri ini adalah pelindung bagi diri sendiri" dengan pernyataan tiga perlindungan terhadap; Buddha, Dhamma dan Sangha. Ada syair yang mengokohkan tiga perlindungan itu dan menyangkal perlindungan lain. Syair itu berbunyi: "Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Buddha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi, Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Dhamma-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi, Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Sangha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi." Jika orang mendengar sepintas, tampaknya ketiga hal ini saling berlawanan, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Pertama, marilah kita lihat secara jelas ketiga obyek itu. Walaupun berbeda dalam pengertian materi, namun memiliki esensi yang sama; karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, dan Dhamma ini dilestarikan oleh Sangha, sedangkan Sangha adalah murid-murid Sang Buddha; jadi ketiganya saling berhubungan. Ibarat tiga tiang kayu yang saling menyangga. Jika orang berlindung pada salah satunya, otomatis dia bergantung pada ketiganya. Dalam pengertian lain, Sang Buddha adalah perlindungan tertinggi; demikian juga Dhamma dan Sangha, sesuai dengan sifat-sifat khususnya masing-masing. Seandainya kita membandingkan kehidupan kita dengan suatu perjalanan; kita mengambil perlindungan pada Sang Buddha sebagai pemandu, pada Dhamma sebagai jalan, pada Sangha sebagai orang-orang yang terus berjalan untuk menunjukkan jalan, dan pada diri sendiri kita sendiri sebagai musafir. Di sini, "diri" berarti diri kita sendiri, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan. Sejak lahir kita sudah harus berlindung pada diri sendiri. Marilah kita renungkan hal ini sejenak, seorang anak memang tidak dapat bergantung pada dirinya sendiri; ayah atau ibunya harus selalu membantu menopangnya. Tetapi dalam hal yang paling penting anak itu justru harus bergantung pada dirinya sendiri. Orang tua menyediakan makanan dan mereka hanya dapat meletakkan makanan itu di mulut si anak. Lalu anak itu sendirilah yang harus mengunyah dan menelannya; tubuhnya harus menerima dan mencernanya. Dalam mengunyah dan menelan makanan, si anak harus bergantung pada dirinya sendiri. Begitu juga dalam hal belajar; si anak mungkin bergantung pada orang tuanya untuk mencari sekolah dan membayar uang sekolah, tetapi dia sendirilah yang harus belajar. Dia tidak dapat bergantung pada ibunya, ayahnya, atau siapa pun juga, agar belajar dan mencari ilmu baginya, sementara dia duduk santai berpangku tangan. Belajar untuk memperoleh pengetahuan membutuhkan ketergantungan pada diri sendiri, pada sendiri, dan pada kekuatan intelegensinya sendiri. Inilah yang disebut berlindung pada diri sendiri. Tetapi bagaimana orang dapat berlindung pada diri sendiri agar tidak menjadi malas dan tidak gagal? Orang harus berlatih sesuai dengan ajaran dan petunjuk Sang Buddha, yang mengajarkan kepada kita untuk berjuang dengan gigih sampai berhasil. Inilah yang disebut berlindung pada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha; yaitu, merenungkan ketiganya dan berlatih sesuai dengan itu semua. Ketiganya dapat menjadi perlindungan bagi diri sendiri; demikian juga orang dapat berlindung pada diri sendiri. Metode latihan yang digunakan untuk berlindung pada Sang Buddha adalah dengan merenungkan sifat-sifat luhur yang dimiliki Sang Buddha yaitu yang maha suci, yang terbebas dari segala noda dan kekotoran batin, yang meraih pencerahan agung secara mandiri, tanpa bantuan atau petunjuk ataupun bisikan gaib makhluk kudus apapun juga, tang telah sempurna dalam tindak tanduknya, yang telah menempuh jalan ke nibbana, pengenal seganap alam, pembimbing umat manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang telah sadar dan piawai dalam menguraikan Dhamma yang penuh berkah. Atau dapat merenungkan dengan cara: Sang Buddha benar-benar telah tercerahkan, benar-benar suci, dan memiliki welas asih sejati. Beliau akan muncul dalam sifat-sifat luhur tersebut. Maka kesepian dan rasa takut akan lenyap dari pikiran seseorang. Atau jika orang merasa cemas dan tertekan, suasana hati yang demikian akan segera lenyap. frustasi mental akan lenyap; lalu akan tampak jelas cara terbaik untuk memecahkan masalah. Inilah kekuatan Buddha sejati. Yang penting adalah mempertahankan Sang Buddha dalam pikiran seseorang sebagai perlindungan sejati. Maka Sang Buddha kemudian akan muncul sebagai perlindungan bagi seseorang. Pikiran yang memiliki perlindungan itu akan bersifat hangat dan tidak kesepian; kuat dan tidak lemah; berani dan tidak takut; murni, tidak menderita dan tidak keruh. Pikiran itu cenderung memunculkan pandangan benar. Bilamana orang telah melatih konsentrasi dan pemahaman Dhamma sehingga dia dapat melihat Dhamma, maka dia akan melihat Sang Buddha dengan jelas dan jernih. Sang Buddha dan Ajaran-Nya, nyata dan dapat menjadi perlindungan yang dapat diandalkan bagi siapa pun di dunia ini. 
Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id 
http://www.indonesiaindonesia.com/f/34759-arti-berlindung/
Sanjivaputta, Jan. 1991. Manggala Berkah Utama. Lembaga Pelestari Dhamma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar