Senin, 03 November 2014

Perangkat Pendidikan Agama Buddha SD Kurikulum 2013


Untuk Bapak/Ibu guru yang belum memiliki perangkat mengajar pendidikan agama buddha khususnya kurikulum 2013 bisa mengunduh ini PERANGKAT AGAMA BUDDHA SD K13. Perangkat ini merupakan hasil karya dari KKGAB Malang Raya (Bu Lusi).
semoga ini bermanfaat bagi saudara se-Dhamma..
trima kasih..

Selasa, 14 Oktober 2014

Mengapa Berlindung Kepada Buddha?


Masih banyak umat Buddha yang tidak tahu mengapa kita harus berlindung pada Buddha, sehingga masih banyak umat Buddha yang mencari perlindungan keluar seperti meminta perlindungan kepada pohon besar, keris, pekuburan dan juga relik, dengan anggapan agar mereka mendapatkan rejeki atau bebas dari penderitaan yang dialaminya. Selain itu timbul banyak pertanyaan dari umat lain bahwa mengapa umat Buddha menyembah patung, apakah umat Buddha berlindung pada patung? Pertanyan-pertanyaan tersebut sering kita dengar di masyarakat dan memang hal itu merupakan pertanyaan yang mendasar, tetapi kalau kita tidak mengerti makna perlindungan pada Buddha maka kita akan kesulitan menjelaskan hal tersebut.
Memang pada umumnya arti perlindungan identik dengan penyembahan atau pemujaan, tetapi harus dipahami bahwa Agama Buddha tidak bertujuan untuk membuat kita menyembah Sang Buddha sebagai makhluk surgawi dengan kekuatan-kekuatan supranormal. Berlindung pada Buddha bermakna; berusaha memiliki Kebijaksanaan selayaknya Buddha yang kita tiru dalam kehidupan sehari-hari. Yaitu mampu mengetahui pandangan, pikiran, perbuatan, mata pencaharian, ucapan, kesadaran, serta konsentrasi mana yang baik atau buruk, benar dan tidak benar. Terlihat jelas terukur kebenarannya yang dapat diukur dari batin kita sendiri. Jika kita masih bimbang dan merasa resah gelisah bahkan takut akan perbuatan kita sendiri, maka itu sebenarnya adalah perbuatan yang anda sendiri merasa bahwa itu sudah tidak benar untuk dilakukan. Jadi yang baik dilakukan, yang tidak baik dihindari. Sebagian orang mungkin meragukan Ajaran Sang Buddha, sehubungan dengan Dhamma yang menyatakan; "Diri ini adalah pelindung bagi diri sendiri" dengan pernyataan tiga perlindungan terhadap; Buddha, Dhamma dan Sangha. Ada syair yang mengokohkan tiga perlindungan itu dan menyangkal perlindungan lain. Syair itu berbunyi: "Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Buddha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi, Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Dhamma-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi, Tiada perlindungan lain bagiku; Sang Sangha-lah sesungguhnya pelindungku yang tertinggi." Jika orang mendengar sepintas, tampaknya ketiga hal ini saling berlawanan, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Pertama, marilah kita lihat secara jelas ketiga obyek itu. Walaupun berbeda dalam pengertian materi, namun memiliki esensi yang sama; karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, dan Dhamma ini dilestarikan oleh Sangha, sedangkan Sangha adalah murid-murid Sang Buddha; jadi ketiganya saling berhubungan. Ibarat tiga tiang kayu yang saling menyangga. Jika orang berlindung pada salah satunya, otomatis dia bergantung pada ketiganya. Dalam pengertian lain, Sang Buddha adalah perlindungan tertinggi; demikian juga Dhamma dan Sangha, sesuai dengan sifat-sifat khususnya masing-masing. Seandainya kita membandingkan kehidupan kita dengan suatu perjalanan; kita mengambil perlindungan pada Sang Buddha sebagai pemandu, pada Dhamma sebagai jalan, pada Sangha sebagai orang-orang yang terus berjalan untuk menunjukkan jalan, dan pada diri sendiri kita sendiri sebagai musafir. Di sini, "diri" berarti diri kita sendiri, yang merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan. Sejak lahir kita sudah harus berlindung pada diri sendiri. Marilah kita renungkan hal ini sejenak, seorang anak memang tidak dapat bergantung pada dirinya sendiri; ayah atau ibunya harus selalu membantu menopangnya. Tetapi dalam hal yang paling penting anak itu justru harus bergantung pada dirinya sendiri. Orang tua menyediakan makanan dan mereka hanya dapat meletakkan makanan itu di mulut si anak. Lalu anak itu sendirilah yang harus mengunyah dan menelannya; tubuhnya harus menerima dan mencernanya. Dalam mengunyah dan menelan makanan, si anak harus bergantung pada dirinya sendiri. Begitu juga dalam hal belajar; si anak mungkin bergantung pada orang tuanya untuk mencari sekolah dan membayar uang sekolah, tetapi dia sendirilah yang harus belajar. Dia tidak dapat bergantung pada ibunya, ayahnya, atau siapa pun juga, agar belajar dan mencari ilmu baginya, sementara dia duduk santai berpangku tangan. Belajar untuk memperoleh pengetahuan membutuhkan ketergantungan pada diri sendiri, pada sendiri, dan pada kekuatan intelegensinya sendiri. Inilah yang disebut berlindung pada diri sendiri. Tetapi bagaimana orang dapat berlindung pada diri sendiri agar tidak menjadi malas dan tidak gagal? Orang harus berlatih sesuai dengan ajaran dan petunjuk Sang Buddha, yang mengajarkan kepada kita untuk berjuang dengan gigih sampai berhasil. Inilah yang disebut berlindung pada Sang Buddha, Dhamma dan Sangha; yaitu, merenungkan ketiganya dan berlatih sesuai dengan itu semua. Ketiganya dapat menjadi perlindungan bagi diri sendiri; demikian juga orang dapat berlindung pada diri sendiri. Metode latihan yang digunakan untuk berlindung pada Sang Buddha adalah dengan merenungkan sifat-sifat luhur yang dimiliki Sang Buddha yaitu yang maha suci, yang terbebas dari segala noda dan kekotoran batin, yang meraih pencerahan agung secara mandiri, tanpa bantuan atau petunjuk ataupun bisikan gaib makhluk kudus apapun juga, tang telah sempurna dalam tindak tanduknya, yang telah menempuh jalan ke nibbana, pengenal seganap alam, pembimbing umat manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang telah sadar dan piawai dalam menguraikan Dhamma yang penuh berkah. Atau dapat merenungkan dengan cara: Sang Buddha benar-benar telah tercerahkan, benar-benar suci, dan memiliki welas asih sejati. Beliau akan muncul dalam sifat-sifat luhur tersebut. Maka kesepian dan rasa takut akan lenyap dari pikiran seseorang. Atau jika orang merasa cemas dan tertekan, suasana hati yang demikian akan segera lenyap. frustasi mental akan lenyap; lalu akan tampak jelas cara terbaik untuk memecahkan masalah. Inilah kekuatan Buddha sejati. Yang penting adalah mempertahankan Sang Buddha dalam pikiran seseorang sebagai perlindungan sejati. Maka Sang Buddha kemudian akan muncul sebagai perlindungan bagi seseorang. Pikiran yang memiliki perlindungan itu akan bersifat hangat dan tidak kesepian; kuat dan tidak lemah; berani dan tidak takut; murni, tidak menderita dan tidak keruh. Pikiran itu cenderung memunculkan pandangan benar. Bilamana orang telah melatih konsentrasi dan pemahaman Dhamma sehingga dia dapat melihat Dhamma, maka dia akan melihat Sang Buddha dengan jelas dan jernih. Sang Buddha dan Ajaran-Nya, nyata dan dapat menjadi perlindungan yang dapat diandalkan bagi siapa pun di dunia ini. 
Sumber: http://www.samaggi-phala.or.id/naskahdamma_dtl.php?id 
http://www.indonesiaindonesia.com/f/34759-arti-berlindung/
Sanjivaputta, Jan. 1991. Manggala Berkah Utama. Lembaga Pelestari Dhamma

Sabtu, 08 Oktober 2011

Kepemimpinan Positif dalam Perspektif Buddhis


Dewasa ini khususnya di Indonesia tindakan kriminal semakin meningkat dan tindakan kejahatan merajalela dimana-mana, perbuatan-perbuatan itu seperti pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, penjarahan, korupsi, konflik sosial dan lain sebagainya, hal itu bisa dilihat dalam berbagai berita yang ada di media cetak atau elektronik. Sebenarnya konflik selalu mendatangkan berbagai macam penderitaan, tidak ada konflik yang mendatangkan keuntungan. Penderitaan itu antara lain, banyak orang kehilangan harta benda dan bahkan banyak yang meninggal dunia, anak-anak terlantar dan kehilangan sanak keluarga, lingkungan menjadi rusak, dan lain sebagainya. Bahkan baru-baru ini terjadi kasus di Jakarta Utara yaitu konflik makam Mbah Priok yang menelan banyak korban jiwa, luka-luka, dan kerugian materi yang besar. Banyaknya kasus-kasus sepeti ini membuat warga semakin resah, takut, bimbang, dan mengalami krisis kepercayaan. Salah satu penyebab timbulnya konflik adalah kurangnya kesejahteraan masyarakat. Masalah ekonomi merupakan hal yang paling rawan menyebabkan tindakan yang melanggar norma yang berlaku di masyarakat sebab manusia bisa nekat melakukan hal yang buruk untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini peran pemimpin atau pemerintah sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Tetapi dalam hal ini kita sebagai generasi penerus juga harus ikut memikirkan bagaimana mencari jalan yang terbaik untuk memecahkan suatu masalah yang timbul dalam masyarakat. Dan yang harus kita ketahui adalah akar dari masalah itu sendiri. Dalam cakkavati Sihanada Sutta, Sang Buddha menasihati kita, bahwa segala sesuatu pasti ada sebabnya.

Diceritakan pada zaman dahulu kala ada seorang Maharaja Dunia (Cakkavati) bernama Dalhanemi yang sangat dicintai dan dihormati oleh rakyatnya karena kejujurannya, memerintah berdasarkan kebenaran, raja dari empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya, pemilik tujuh macam permata. Ketujuh permata itu adalah: cakka (cakra), gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan penasihat. Ia memiliki keturunan lebih dari seribu orang yang merupakan ksatria-ksatria perkasa, penakluk musuh. Ia menguasai dunia sampai ke batas lautan, yang ditaklukkan bukan dengan kekerasan atau dengan pedang, tetapi dengan kebenaran (Dhamma). Seiring berjalannya sang waktu, tibalah saatnya Maharaja Dalhanemi mewariskan tahta kerajaan kepada ananknya yang tertua; dengan memberikan beberapa nasihat untuk raja yang baru diangkat, supaya negeri yang dipimpinnya itu bisa harmonis, masyarakat bisa bahagia dan tentram dengan menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai raja yang baik. Nasihat tersebut berbunyi: “Anakku, hiduplah dalam kebenaran; berbakti, hormat dan bersujudlah pada kebenaran, pujalah kebenaran, sucikanlah dirimu dengan kebenaran, jadikanlah dirimu panji kebenaran dan tanda kebenaran, jadikanlah kebenaran sebagai tuanmu. Perhatikan, jaga dan lindungilah dengan baik keluargamu, tentara, para bangsawan, para menteri, para rohaniawan perumah tangga, para penduduk kota dan desa, para samana dan petapa, serta binatang-binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi dalam kerajaanmu. Bila dalam kerajaanmu ada orang yang miskin, berilah dia dana. Anakku, apabila para samana dan petapa dalam kerajaanmu meninggalkan minuman keras yang menyebabkan kekurang-waspadaan dan mereka sabar serta lemah lembut, menguasai diri, menenangkan diri, serta menyempurnakan diri mereka masing-masing, lalu selalu dating menemuimu untuk menanyakan kepadamu apa yang baik dan apa yang buruk, perbuatan baik dan perbuatan buruk, perbuatan yang pantas dilakukan dan perbuatan yang tidak pantas dilakukan, perbuatan yang bermanfaat dan perbuatan yang tidak bermanfaat di masa yang akan datang; kau harus mendengar apa yang mereka katakana dan kau harus menghalangi merekaberbuat jahat serta anjurkanlah mereka untuk berbuat baik. Anakku, inilah kewajiban maharaja yang suci. “karena raja Cakkavatti yang harus dinobatkan memerintah dengan jujur dan adil, maka rakyat hidup dalam kedamaian. Karena rakyat hidup damai, maka Negara pun bisa maju dan berkembang. Hal demikian ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama dalam banyak generasi. Peralihan dari raja kepada anaknya, raja yang tua memberikan nasihat kepada anaknya untuk memerintah kerajaannya, akan tetapi raja yang baru ini tidak pernah menemui petapa untuk menanyakan roda kehidupan maharaja yang suci. Dengan ide dan caranya sendiri, ia memerintah rakyatnya. Kerajaan yan diperintah seperti itu, yaitu cara yang berbeda dengan apa yang rakyat ikuti dulu, menjadi tidak sukses seperti yang biasa dicapai dimasa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci dari seorang raja Cakkavatti. Apabila raja tidak lagi memperhatikan rakyat, maka kemerosotan moral akan meluas, karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan akan meluas, mencuri, melakukan kekerasan, membunuh, berdusta, memfitnah, berzinah, berkata-kata kasar dan membual, iri hati dan dendam,memiliki pandangan sesat,berzinah dengan saudara sendiri,serakah dan memuaskan nafsu,hingga kurang berbakti kepada orang tua,kurang hormat kepada para samana dan pertapa dan kurang patuh kepada para pemimpin.Karena hal-hal ini berkembang dan meluas,maka batas usia kehidupan manusia pada masa itu berkurang……(Cakkavattisihanada Sutta).

Jika pemimpin tidak memimpin dengan bijak dan adil,maka konflik akan muncul dan berkembang dalam tatanan masyarakat. Banyak yang mengatakan bahwa kapan “ratu” adilnya datang untuk memimpin kita,supaya kita menjadi tenang,tidak was-was,supaya negara kita menjadi negara yang maju dan berkembang seperti negara lain. Ada satu hal yang diinginkan oleh kita semua yaitu memiliki figur pemimpin yang adil, bijak dan berwibawa, memiliki ilmu pengetahuan dan memiliki tata susila sebagai seorang manusia yang bijak. Hendaknya seorang pemimpin mencari kebahagiaan demi rakyatnya. Dengan adanya perhatian dan dukungan kepada rakyat maka kedamaian akan muncul. Dengan adanya kedamaian, maka masyarakat bisa bekerja setiap hari, maupun negara menjadi maju dan berkembang, tidak menjadi negara yang miskin. Inilah yang diharapkan oleh kita semua. Pemerintah yang mengabaikan kebenaran niscaya akan tergulingkan. Sungguh baik apabila kepala pemerintahan yang menjalankan kepemerintahannya dengan berlandaskan pada kebenaran. “Dalam hal ini,seorang penguasa dunia, raja yang adil dan luhur yang bergantung pada hukum kebenaran sebagai panji, bendera dan kekuasaannya. Dialah yang memberikan perlindungan, naungan, keamanan bagi ksatria yang melayaninya; bagi bala tentaranya, bagi para brahmana dan perumah tangga, bagi penghuni kota dan desa, bagi para petapa dan brahmana, bagi binatang dan burung.”

“Seorang penguasa dunia, raja yang adil dan luhur yang dengan demikian memberikan perlindungan, naungan dan keamanan bagi semuanya. Dialah yang berkuasa dengan berdasarkan hanya pada kebenaran.” (Anguttara Nikaya: 3.14)

Sebagai generasi muda Buddhis tentu kita paham apa yang harus dilakukan mengingat dalam cakkavattisihanada sutta sudah cukup jelas bagaimana menjadi seorang pemimpin yang arif bijaksana serta dapat mengayomi masyarakat.

Suatu masalah akan selesai apabila seorang pemimpin dapat memahami dengan jelas permasalahannya dan juga dapat mencari solusi yang bijaksana dalam penyelesaiannya. Selain itu seorang pemimpin juga dapat membangun tim kepemimpinan yang positif. Pada zaman modern ini hanya sedikit pemimpin yang sempurna, karena sekarang ini tidak seorangpun memenuhi semua syarat untuk menjadi seorang pemimpin. Tidak hanya didalam suatu Negara saja yang membutuhkan seorang pemimpin, dalam lingkup kecil juga membutuhkan seorang pemimpin yang jelas dan bijaksana. Oleh sebab itu, apabila ingin menjadi pemimpin yang sukses hendaknya mempunyai tujuan-tujuan yang jelas karena pemimpin adalah seorang visioner, “seorang yang mampu melihat apa yang dapat dicapai serta merumuskannya dengan jelas sebagai visi. Pemimpin seperti ini juga mampu melihat peluang dalam keadaan krisis. Mereka mulai dari tujuan, kemudian bergerak ke awal, dan memperjelas strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Pemimpin yang seperti ini cenderung lebih memperhatikan tujuan jangka panjang, daripada tujuan jangka pendek. Mempunyai sikap mendukung dan suka memuntut”. Seorang manajer manusia, “seorang yang dapat membangkitkan keberanian, mempersatukan, dan memberikan motivasi”. Seorang pelaksana, “seorang yang dapat mewujudkan visi yang bagus menjadi tindakan nyata dan meraih hasil positif, seorang visioner mengerti apa yang harus dikerjakan sedangkan seorang pelaksana mengerti cara mengerjakannya”. Seorang pemimpin juga harus dapat menyelami kebutuhan-kebutuhan serta keinginan anggotanya, dari keinginan-keinginan itu dapat dipetik kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai serta dapat meyakinkan anggotanya mengenai apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. Dapat menemukan jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai dan mewujudkan kehendak-kehendak tersebut. Cukup banyak tugas seorang pemimpin agar dapat terciptanya keadaan dan kondisi yang aman dan nyaman.

Pemimpin tidak akan terlepas dari keberadaan organisasi, karena seorang pemimpin inilah yang memegang kemudi dalam sebuah organisasi, baik itu organisasi formal maupun informal. Dalam Agama Buddha, pemimpin adalah sebuah kontrak sosial dengan rakyat dan bertugas mengembangkan tatanan masyarakat yang lebih baik, yakni tidak hanya untuk mencapai kesejahteraan duniawi, namun juga mengarahkannya kepada kedekatan cita-cita kehidupan manusia menuju menjadi lebih baik dan menjauhi sifat-sifat buruk (Priastana, 2004).

Ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh seorang pemimpin Buddhis adalah dengan mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang meliputi tiga kelompok yaitu: kelompok Panna (kebijaksanaan), Sila (moralitas), Samadhi (konsentrasi). Kelompok panna (kebijaksanaan) terdiri dari: (1). Pemahaman benar, yaitu pengetahuan akan sifat sejati kehidupan; pemahaman atas Empat Kesunyataan Mulia. (2). Pikiran Benar, yaitu pikiran yang bebas dari sensualitas, niat buruk, dan agresi. Kelompok Sila (moralitas) terdiri dari: (3). Ucapan benar, yaitu pantang dari kebohongan, ucapan kasar, dan perkataan yang tak berguna. (4). Tindakan Benar, yaitu pantang dari pembunuhan, pencurian, dan perbuatan seksual yang menyimpang. (5). Penghidupan Benar, yaitu menghindari segala bentuk penghidupan yang melibatkan pengrusakan dan eksploitasi makhluk lain. Kelompok Samadhi (konsentrasi) terdiri dari: (6). Usaha Benar, yaitu melatih pikiran untuk menghindari keadaan mental yang tidak bermanfaat dan mengembangkan keadaan mental yang bermanfaat. (7). Perhatian Benar, yaitu mengembangkan kekuatan perhatian dan kesadaran terhadap empat dasar perhatian; tubuh, perasaan, pikiran, dan fenomena mental. (8). Konsentrasi Benar, yaitu pengembangan pikiran yang terpusat.

Bagaimanapun seorang pemimpin, tentu mereka mempunyai kriteria-kriteria tersendiri antara lain, ia mempunyai kelebihan-kelebihan, lebih kuat, lebih pandai. Lebih memiliki kualitas pribadi yang unggul, serta lebih memiliki kualitas pribadi yang unggul, serta lebih memiliki kesempatan dari pada orang lain. Seorang pemimpin mendapat mandat untuk bekerja memenuhi keperluan orang banyak. Kekuasaan yang dimiliki hanya dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai seorang pemimpin. Dalam pandangan Buddhis pemimpin tidaklah beda dengan bawahan. Pandangan mengenai martabat dan derajat dari perlakuan yang sama pada semua manusia, menunujkkan sifat agama Buddha yang demokratis.

Dalam sebuah organisasi, hubungan antara pemimpin dengan bawahannya tidak akan berjalan dengan lancar tanpa didasari dengan komunikasi yang baik diantara keduanya. Sang Buddha mengajarkan tentang bagaimana komunikasi harus dilakukan agar pahala dan manfaat duniaiwi dan hakiki akan diperoleh sekaligus. Duniawi artinya, komunikasi dengan sesama manusia akan berjalan dengan lancar dengan semakin bertambahnya kalyanamitta (sahabat baik). Dan hakiki adalah kebahagiaan yang akan diperoleh pada kehidupan mendatang.

Dalam wilayah kepemimpinan mencangkup dua lingkup gerak, antara pemimpin dengan yang dipimpin. Tanpa adanya seorang pengikut, sudah tentu tidak akan ada seorang pemimpin. Karena itu seorang pemimpin yang melaksanakan tugas dan member pengarahan pada anggota-anggota sehingga anggota-anggota itu merasa puas, dengan demikian membuat perorangan dan kelompok dapat mencapai tujuan organisasi (Tambunan, 1998:41). Seorang pemimpin mempunyai peran yang sangat penting di dalam organisasi, megendalikan serta merencanakan kegiatan-kegiatan organisasi untuk mencapai kesuksesan dan tujuan. Dengan demikian, maka seorang pemimpin dalam suatu kelompok merupakan mata rantai yang bertugas sebagai penghubung antara satu dengan yang yang lainnya di dalam suatu organisasi.

Seorang pemimpin yang partisipatif suka berkonsultasi dengan bawahannya, membawakan kepada mereka permasalahan-permasalahan pekerjaan, mengajak mereka sebagai satu unit kerja untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam unit itu. Dalam kegiatan itu bukan berarti pemimpin bersikap otoriter, bukan pula seorang pemimpin yang bebas kendali tanggung jawabnya. Moralitas adalah dukungan moral yang paling baik dan sangat bermanfaat bagi seorang pemimpin, karena seorang pemimpin akan mempunyai wibawa di depan anggotanya atau karyawannya apabila memiliki moral yang baik. Berpikir positif dan tidak menjadi seorang pemimpin yang otoriter juga kan mendukung tingkat kinerja seorang pemimpin akan lebih baik. Selain itu akan dapat meraih cita-cita dan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri. Untuk mengembangkan diri, seorang harus menganalisa kekuatan dalam diri masing-masing yang cocok dengan bakat yang dimiliki. Akan menjadi luar biasa apabila melakukan sesuatu sesuai dengan bakat yang dimiliki dan cocok dengan kondisi saat ini. Pada zaman sekarang ini apabila tidak mempunyai kualitas diri dan talenta yang baik akan sangat sulit untuk masuk menjadi seorang pemimpin, banyak yang ingin menjadi seorang pemimpin tetapi tidak memiliki kualitas yang baik itu akan merugikan organisasi ataupun usaha yang akan didirikannya.

Untuk menjadi sukses seseorang perlu menganalisis keadaan geografi dan kondisi waktu yang cocok untuk mengembangkan diri. Menyangkut wibawa dan kharisma seorang pemimpin yang bijak dan tegas.bagi seorang pemimpin ditekankan untuk bersikap professional serta bertindak bijak dan tegas agar bisa mencapai hasil yang maksimal dalam memimpin suatu organisasi atau perusahaan-perusahaan yang dipimpinnya. Hanya dengan memiliki jati diri, ketegasan, kedisiplinan, tanggung jawab, kepercayaan diri dan mempunyai keyakinan, maka seorang pemimpin dapat meraih kesuksesan. Selanjutnya adalah mengenai hukum organisasi. Hukum tentang kedisiplinan dan struktur organisasi yang jelas. Seseorang harus bisa mendisiplinkan diri setiap saat dalam menjalankan hukum. Kalau hukum dapat berjalan dengan benar, maka kualitas yang ada dalam diri kita akan menyedot kekuatan yang ada diluar sehingga akan tercipta kekuatan yang luar biasa. Kemajuan akan dicapai oleh mereka yang dapat mendisiplinkan diri sendiri. Apabila seseorang memiliki jati diri dengan kualitas kepemimpinan tersebut, maka hidup akan menjadi cemerlang, berkembang, dan berhasil meraih tujuan yang dihasilkan bersama.

Hubungan seorang pemimpin dengan bawahan juga sangat berpengaruh bagi kepemimpinannya. Dalam Sigalovada Sutta juga dijelaskan tentang kewajiban majikan terhadap bawahannya, terdapat lima cara seorang atasan/majikan memperlakukan para karyawan/pembantu, seperti yang terdapat didalam Digha Nikaya iii.189-192, Sigalovada Sutta. (1)memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, (2) memberikan upah yang sesuai, (3) memberikan perawatan ketika mereka sakit, (4) sekali-sekali memberikan mereka hadiah yang istimewa, (5) memberikan cuti atau liburan pada saat yang sesuai. Dengan adanya lima cara seorang majikan memperlakukan bawahannya tersebut, maka dapt diterapkan didalam sebuah kelompok atau organisasi. Inti dari hal-hal di atas adalah terselenggaranya suatu pemerintahan yang jujur, adil, berwibawa, serta berjuang keras untuk kemakmuran orang banyak. Tanpa adanya prinsip-prinsip tersebut, maka tidak akan tercapai pemerintahan yang jujur, adil, berwibawa seperti yang diharakan. Jadi sebagai seorang pemimpin yang bijaksana harus dapat mengayomi bawahannya, melindungi dan berpikir positif. Karena seorang pemimpin yang cakap selalu membuat tujuan organisasi yang dipimpinnya menjadi jelas dan terarah, oleh sebab itu hubungan antara pimpinan dan bawahan harus senantiasa dijaga dan harus ada suatu hubungan yang harmonis agar tercipta suasana yang nyaman. Karena apabila keadaan suasana baik akan menghasilkan pekerjaan yang baik dan akan tercipta kondisi yang positif. Seorang pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan bawahannya, dan juga dengan atasannya. Komunikasi yang lancar dapat mengurangi frustasi, mencegah frustasi dan mencegah timbulnya berbagai macam masalah. Selain komunikasi yang tepat guna juga akan menghilangkan perbedaan pengertian diantara pemimpin dan bawahan atau diantara para bawahannya sendiri.

Seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya harus mampu melaksanakan beberapa hal yaitu, pertama berinisiatif, apabila ia memasuki satu situsi lalu duduk menunggu orang yang akan dating kepadanya, maka tidak akan banyak orang yang dapat berinteraksi dengan dia. Kedua mampu menyatakan dengan jelas kemauan untuk bekerja sama. Ketiga mengkomunikasikan peasaan dan pemikiran dengan orang-orang yang diajak bekerja sama, yaitu dengan atasan maupun dengan bawahan. Keempat memiliki rasa simpati kepada mereka yang diharapkan dapat memimpin. Ia harus mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain untuk merasakan bagaimana melakukan tugas kepemimpinan yang positif itu. Kelima seorang yang brinisiatif dan original, ia muncul dengan satu penampilan yang dibawakan oleh dirinya sebagai seorang pemimpin. Kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah yang timbul, akan meentukan kepemimpinan orang itu. Keenam menjadi seorang pelayan, seorang pemimpin yang lebih berhasil dalam menjalankan tugas kepemimpinannya adalah yang mau melayani dalam kelompoknya, tidak mendominasi kelompok atau memaksa mereka untuk melakukan apa saja yang diinginkan (Tambunan, 1998:46).

Setiap orang yang tergabung di dalam sebuah kelompok maupun organisasi mempunyai kedudukan yang berbeda. Perbedaan kedudukan ini berhubungan dengan jabatan yang mereka peroleh sesuai dengan kemampuan masing-masing. Seorang pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengatur orang lain. Kekuasaan itu tampak ketika ia berusaha memaksakan keinginannya kepada orang lain, sehingga memuaskan hatinya. Seorang penguasa berusaha ingin mengubah dunia, menjadikannya sesuai dengan keinginnya. Hampir tidak terpikir bagaimana mengubah dirinya sendiri.

Didalam Dhammapada menyatakan bahwa:

Tidak seharusnya seseorang berbuat salah hanya karena kepentingan dirinya sendiri ataupun karena kepentingan orang lain; pun hendaknya ia tidak menginginkan putra, kekayaan jabatan atau kesejahteraan diri sendiri dengan cara yang tidak benar. Hendaknya ia memiliki Sila (pekerti), panna (kebijaksanaan) dan Dhamma (kebenaran). (Dhammapada:84)

Diharapkan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin yang mampu untuk mewujudkan cita-cita kelompok, organisasi, bangsa dan Negara. Upaya ini dapat diwujudkan melalui pemilihan seorang pemimpin yang berkualitas serta menjunjung tinggi kejujuran, keadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu. Diharapkan kepada pemerintah untuk ikut melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan dapat dipercaya oleh rakyat. Upaya ini dapat diwujudkan melalui menjalankan pemerintahan dengan bersih dan berwibawa, sehingga dalam hal ini pemimpin dapat memberikan contoh atau teladan kepada masyarakat. Apabila di dalam suatu system kepemimpinan, menjalankan tugas kepemimpinannya dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan dan cita-cita dari kelompok maupun organisasi tersebut dapat tercapai dengan baik. Diharapkan kepada tokoh agama, khususnya Agama Buddha mampu menumbuhkan sifat atau jiwa kepemimpinan yang didasarkan pada syarat yang terkandung dalam nilai Agama Buddha sesuai dengan Sigalovada Sutta dan Dasa Raja Dhamma seorang pemimpin.

Referensi:

Dhammananda, Sri. 2005. Keyakinan umat Buddha. Bandung: Yayasan penerbit Karaniya.

Sutarno, skripsi. Peran pemimpin ditinjau dari sigalovada sutta.

Pegg, Mike. 1994. Kepemimpinan positif. Jakarta pusat: Percetakan PT. Sapdodadi.

Tim penerjemah. Kotbah-Kotbah Panjang Sang Buddha dgha nikaya. Dhamma Citta Pers.

Sabtu, 01 Oktober 2011

KISAH JATAKA NASIHAT BIJAKSANA SEORANG IBU (TANPA KEKERASAN)


Pada suatu masa, putra dari Raja Brahmadatta memerintah dengan bijaksana di Benares, India bagian utara.

Sebelumnya raja dari Kosala mengadakan peperangan, membunuh raja Benares, dan menjadikan permaisuri sebagai istrinya.
Sementara itu, putra dari permaisuri melarikan diri dengan diam-diam melalui terowongan bawah tanah. Di daerah pinggiran ia bahkan membangun pasukan tentara yang besar dan mengepung kota. Ia mengirimkan pesan kepada Raja Kosala, sang pembunuh ayahnya dan suami baru ibunya. Ia mengatakan padanya agar menyerahkan kerajaan itu atau berperang di medan pertempuran.

Ibu pangeran, permaisuri dari Benares, mendengar ancaman ini dari anaknya. Ia merupakan orang yang baik dan murah hati, seorang wanita yang selalu mencegah terjadinya kekerasan, penderitaan, dan pembunuhan. Jadi ia mengirimkan sebuah pesan bagi anaknya "Tidak perlu mengambil resiko dalam pertempuran. Lebih bijak bila kamu menutup seluruh pintu masuk ke dalam kota. Pada akhirnya kekurangan makanan, air , kayu bakar akan menjatuhkan mental penduduk. Kemudian mereka akan menyerahkan kota ini padamu tanpa bertempur".

Pangeran memutuskan untuk mengikuti nasihat ibunya yang bijak. Bala tentaranya memblokir kota selama tujuh hari tujuh malam. Lalu penduduk kota menangkap raja mereka yang lalim, memenggal kepalanya, dan mempersembahkannya kepada sang pangeran. Pangeran memasuki kota dengan kemenangan besar dan menjadi raja baru Benares

Senin, 26 September 2011

maccha jataka

Kisah ini diceritakan oleh Bhagava ketika berdiam di Jetavana mengenai seorang bhikkhu yang tergoda oleh mantan istrinya.

Dalam kesempatan itu Bhagava berkata, "Bhikkhu apakah benar seperti yan telah telah tergoda oleh keinginan duniawi?".
"benar Bhante".
"oleh siapa?"
"Bhante, mantan istri saya terasa halus untuk disentuh, saya tidak dapat melupakannya!". kemudian Bhagava berkata, "Bhikkhu, wanita itu pernah menimbulkan penderitaan bagi anda. karena dialah anda mendapatkan kesulitan di masa lampau dan pada saat itu saya menyelamatkan anda". setelah berkata demikian Beliau menceritakan kisah di masa yang lampau.

pada suatu saat ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir ebagai pendeta pribadi keluarga raja. Pada suatu hari beberapa orang nelayan sedang menebarkan jala mereka di sungai. Pada waktu itu seekor ikan besar sedang hilir mudik bemesraan dengan istrinya. Ikan betina itu mencium bau bahaya adanya jala yang sedang ditebarkan itu, kemudian dia melingkar dan melepaskan diri. Tetapi suaminya yang buta karena dikuasai nafsu berenang masuk kedalam lubang jaring. Para nelayan mengangkat ikan itu yang berada dalam jala mereka. mereka menarik jala dan melemparkan ikan itu keluar. mereka tidak langsung membunuhnya tetapi terlebih dahulu melemparkannya ke atas tanah. "kita akan memasaknya di atas bara api untuk santapan kita", kata mereka. selanjutnya mereka segara bekerja menyiapkan api dan meraut sebatang kyu untuk memanggang ikan itu. ikan itu meratapi dirinya dan berseru,"bukan karena bara api yang menakutkan atau tongkat yang menyakitkanatau pula penderitaan lainnya yang menyakitkan saya. Tetapi karena pikiran yang tertekn akan istri saya yang menjadikan saya tidak bahagia, ia pasti yakin bahwa saya telah bersama dengan wanita lain". Ikan itu mengulangi syair berikut: "Bukan dingin, panas, atau jala yang menyakitkan. Tetapi akan ketakutan akan istri saya tersayang yang akan berpikir, wanita kesayangan yang lain telah melarikan suamiku pergi.
Kemudan seorang pendeta menghampiri tepi sungai bersama dengan pelayannya untuk mandi. Pada saat itu ia telah mengerti bahasa kaun binatang. Selanjutnya, ia mendengar ratapan ikan itu, ia berpikir, "Ikan ini meratap karena dikuasai nafsu. bila ia mati dalam keadaan yang tidak baik, maka ia tidak dapat melepaskan diri dari kelahiran di alam niraya (neraka). Saya akan menyelamatkanya. "maka pendeta itu mendtangi para nelayan dan berkata, saudara nelayan, bukankah anda menyiapkan ikan-ikan itu untuk kamisetiap hari?" Apa yang anda katakan tuan?" tanya para nelayan heran. "Saya mohon kepada kalian untuk memberikan ikan itu dan kami akan menggantinya dengan uang ini". "Kami serahkan ikan ini kepada anda tuan:. jawab para nelayan kemudian.
Dengan membawa ikan itu dalam kedua tangannya, Bodhisatta duduk di tepi sungai dan berkata, "sahabatku ikan, bila saya tidak melihat anda hari ini anda pasti menemui kematian. Lihatlah masa depan dan jangan tunduk dalam keinginan nafsu". Setelah mengucapkan penjelasan ini, Bodhisatta melepakan ikan tersebut ke dalam airkemudian masuk ke dalam kota.

Pelajaran Dhamma yang diberikan Bhagava berakhir. Di akhir pembicaraan itu bhikkhu yang dikuasai nafsu mencapai tingkat kesucian Sotapatti. Bhagava juga mennjukkan hubungan dan menjelaskan kelahiran kembali dan berkata "mantan istri anda adalah ikan betina dimasa lampau. Bhikkhu yang dikuasai nafsu adalah ikan jantan. Saya sendiri adalah pendeta pribadi keluarga raja".


sumber: majalah dhammacakka no.20/tahun VI/2000

Kamis, 22 September 2011

mengapa kita beragama buddha?

apa itu Agama Buddha??
Agama Buddha adalah agama yang berasal dari india, agama ini ditemukan oleh petapa gotama yang telah mencapai pencerahan yang disebut buddha, sehingga agama ini dinamakan agama buddha sesuai dengan tingkat pencerahan ini. tingkat pencerahan ini bisa dicapai oleh semua orang yang tekun belajar dan mempraktekkan perbatan baik dan meditasi.
mungkin masih banyak orang yang belum mengenal agama buddha bertanya-tanya apakah inti ajarannya sama dengan milik saya?
Pada dasarnya semua orang ingin hidup bahagia kan?, oleh karena itu fungsi agama adalah menuntun umatnya untuk mencapai kebahagiaan, sekarang muncul pertanyaan agama mana yang tidak mengajarkan umatnya untuk mencapai kebahagiaan? Semua agama mengajarkan dan menganjurkan umatnya untuk berbuat baik agar memperoleh kebahagian seperti yang mereka harapkan tetapi mungkin jalan atau caranya saja yang berbeda dalam mencapainya.
kalau semua agama mengajarkan kebaikan lalu mengapa kita harus beragama I,K,H,B dll.? tentu semua itu tidak bisa kita paksakan, agama adalah kecocokan pribadi masing2, ibarat kita makan ada makanan yang hanya mengenyangkan tetapi rasanya kurang enak, ada yang tidak enak sama sekali dan tidak mengenyangkan,ada yang enak tetapi tidak mengenyangkan, dan ada yang enak porsinya pas sesuai dengan makanan sehat sehingga tidak mengenyangkan maupun kurang, dari semua porsi tersebut kita memilih yang mana? itulah agama unik bukan.
dibalik persamaan itu ada perbedaan antara agama buddha dengan yang lain yaitu jalan untuk mencapai kebahagiaan yang sudah jelas tertulis sebagai inti dari ajaran buddha yaitu
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan
Menambah kebajikan
Mensucikan batin
Inilah ajara semua Buddha (dhammapada, XIV:183).
apabila dilihat dari inti ajarannya, jelas bahwa buddha mengajarkan kita untuk mentranformasi diri menjadi pribadi-pribadi yang baik, yang unggul, dan tercerahkan.
kalau orang ingin bahagia jangan hanya menunggu berkah turun tetapi bagaimana kita bisa mengkondisikan agar kebahagiaan itu bisa muncul. tindakan yang kita lakukan melalui pikiran maupun jasmani semuanya berawal dari pikiran. dalam agama buddha "pikiran adalah pemimpin, segalanya diciptakan oleh pikiran. apabila dengan pikiran jahat seseorang berbicara atau berbuat dengan jasmani maka penderitaan akan mengikutinya, sebaliknya apabila dengan pikiran bersih seseorang berbicara atau berbuatdengan jaasmani maka kebahagiaan akan mengikuti pelakunya" (dhammapada, I:1-2). oleh karena itu untuk menghindari pikiran dari sifat2 destruktif kita perlu melatih pikiran kita dengan meditasi. manfaat meditasi antara lain: dapat mencegah munculnya pikiran yang buruk, mengembangkan pikiran yang baik, membuat hidup lebih tenang, tidur bisa lelap dll. sebaiknya meditasi ini dilakukan secara rutin agar kita dapat merasakan hasil yang maksimal.